hae..? apa pendapat anda?

Pengertian Ilmu Kalam


A. Pengertian Ilmu Kalam Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang. Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar.Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.[1] Teologi islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam, yang diambil dari bahasa inggris, theology. William L. Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God ( diskursus atau pemikiran tentang Tuhan).[2] Dengan mengutip kata-kata William Ockham,Reese lebih jauh mengatakan, “Theology to be a discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy and science.”( Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan,perbuatan,dan pengalaman agama secara rasional. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.[3] Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional. Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.[4] Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada Surah al-Baqarah ayat 75, 253, dan Surah an-Nisa’ ayat 164.[5] Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum. Menurut As-Syihristani bahwa setelah ulama-ulama Mu’tazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang duterjemahkan pada masa al-Ma’mun, mereka mempertemukan sistem filsafat dengan sistem Ilmu Kalam dan dijadikan ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu Kalam. Sejak saat itu, diginakanlah penyebutan Ilmu Kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmuini dinamakan Ilmu Kalam adalah : 1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam. 2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata. 3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau logika . Selain itu, kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata dan istilah Yunani “logos” yang juga secara harfiah berarti “pembicaraan”. Dari kata itulah berasal berasal kata-kata logika dan logis. Kata Yunani “logos” juga disalin kedalam bahasa Arab, “manthiq”. Sehingga ilmu logika, khususnya logika formal atau silogisme ciptaan Aristoteles dinamakan Ilmu Manthiq ( ‘Ilm al-Manthiq ). Jadi kata Arab “manthiqi” berarti “logis”. Dari penjelasan singkat itu dapat diketahui bahwa Ilmu Kalam amat erat kaitannya dengan Ilmu Manthiq atau Logika. Cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat. Apabila memperhatikan definisi ilmu kalam diatas, yakni ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, secara teoritis aliran salaftidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu kalam, karena aliran ini –dalam masalah-masalah ketuhanan- tidak menggunakan argumentasi filsafat atau logika. Aliran ini cukup dimasukkan ke dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin atau fiqh al-akbar. B. Sumber-Sumber Ilmu Kalam Sunber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia ). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari-dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka. Di samping itu, dalil-dalil naqli ini tentunya diperkuat dengan dalil aqli atau alur pikir yang logis. Dalil aqli ini ada yang berasal dari ilmu keislaman murni dan ada yang diadopsi dari pemikiran-pemikiran di luar Islam.Jadi kurang tepat kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu merupakan ilmu keislaman murni, dan tidak benar juga kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu timbul dari pemikiran di luar Islam seperti filsafat Yunani. Yang benar adalah kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang perumusan-perumusannya di dorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar.[6] Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam: 1. Al-Qur’an Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah : a. Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa. b. Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. c. Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya. d. Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah. e. Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya. f. Q.S Ar-Rahman : 27. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “wajah” yang tidak akan rusak selama-lamannya. g. Q.S An-Nisa’ : 125. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan menurunkan aturan berupa agama. Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agama apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah. h. Q.S Luqman : 22. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang telah menyerahkan dirinnya kepada Allah disebut sebagai orang muhsin. i. Q.S. Ali Imran : 83. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah tempat kembali segala sesuatu, baik secara terpaksa maupun secara sadar. j. Q.S Ali Imran : 84-85. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan penunjuk jalan kepada para nabi. k. Q.S, Al-Anbiya : 92. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam berbagai suku, ras, atau etnis, dan agama apapun adalah umat Tuhan yang satu. Oleh sebab itu, semua umat, dalam kondisi dan situasi apapun, harus mengarahkan pengabdiannya hanya kepada-Nya. l. Q.S. Al-Hajj : 78: Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang yang ingin melakukan suatu kegiatan yang sungguh-sungguh akan dikatakan sebagai “jihad” kalau dilakukannya hanya karena Allah semata. Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam. 2. Hadits Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan yang artinya : Artinnya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. Berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah SAW berada bersama kaum muslimin, datanglah jibril ( dalam bentuk seorang laki-laki ) kemudian bertanya kepada beliau, “ Apakah yang dimaksud dengan iman?” Rasulullahmenjawab, “yaitu kamu percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturnkan, hari pertemuan dengan-Nya, para rasul dan hari kebangkitan. “ Lelaki itu bertanya lagi, “ Apakah pula yang diaksudkan dengan Islam ?“ Rasulullah menjawab, “ Islam adalah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain, mendirikan sholat yang telah difardhukan, mengeluarkan zakat yang telah diwajibkan dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” Kemudian lelaki itu bertannya lagi, “ Apakah ihsan itu?” Rasulullah SAW menjawab, “ Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak melihat-Nya, Ketahuilah bahwa Dia senantiasa memperhatikanmu.” Lelaki tersebut bertanya lagi, “ Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Rasulullah menjawab, “ Aku tidak lebih tahu darimu, tetapi aku akan ceritakan kepadamu mengenai tanda-tandanya. Apabila seorang hamba melahirkan majikannya, itu adalah sebagian dari tandanya. Aoabila seorang miskin menjadi pemimpinmasyarakat, itu juga sebagian dari tanda-tandanya. Apabila masyarakat yang asalnya pengembala kambing mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka, itu juga tanda akan terjadi kiamat. Hanya lima perkara itu saja sebagian dari tanda-tanda yang aku ketahui. Selain dari itu hanya Allah yang Maha Mengetahuinya. “ Kemudian Rasulullah SAW membaca Surah Luqman ayat 34, “ Sesungguhnya hanya Allah lah yang mengetahui tentang hari kimat; dan Dia-lah yang menurukan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Tiada seorangpun yang dapat mengetahui ( dengan pasti ) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dimanakah ia akan menemui ajalnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Kemudian lelaki tersebut beranjak dari tempatnya, kemudian Rasulullah bersabda ( kepada sahabatnya ), “Panggil kembali lelaki itu.” (( Lalu para sahabat pun mengejar lelaki tersebut untuk memanggilnya kembali ), namun mereka tidak melihatnya. Rasulullah SAW pun bersabda, “ Lelaki tadi adalah jibril as., kedatangannya adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka.” Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian ulam sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya : “Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.” “Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’. Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa. Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat. Keberadaan Hadits yang berkaitan dengan perpecahan umat seperti tersebut diatas, pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa hadits-hadits seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan. 3. Pemikiran Manusia Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu : Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 ) Artinya : “ Maka apakah ( Allah ) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” ( Q.S. An-Nahl Ayat 17 ) Artinya : “ Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada diatas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun?” ( Q.S. Qaf Ayat 6 ) Artinnya : “ Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizing- Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan agar kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, ( sebagai rahmat ) dari pada-Nya, Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda ( kekuasaan Allah ) bagi kaum yang berfikir.” ( Q.S. Al-Jatsiyah Ayat 12-13 ) Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain. Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam. Ahmad Amin menyebutkan, setelah umat Islam selesai menaklukan negeri-negeri baru dan keadaan mulai stabil dan mereka hidup dengan rizki yang melimpah ruah, mulailah mereka memikirkan tentang ajaran-ajaran agama mereka. Mereka sungguh-sungguh membahasnya dan mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya bertentangan. Keadaan seperti ini hampir merupakan gejala umum pada setiap agama. Pada mulanya agama itu hanyalah kepercayaan yang sederhana dan kuat, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Pemeluk-pemeluknya melaksanakan bulat-bulat apa yang dikerjakan agama dan mengimaninya. Lalu setelah itu datanglah fase pembahasan dan pemikiran dalam membicarakan soal-soal agama secara ilmiah dan filosofis.[7] Penelaahan mendalam seperti ini tentu karena adanya ajaran-ajaran Islam yang memerintahkan manusia untuk belajar dan menggunakan pikirannya. Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada tiga faktor penting. Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman. Di dalam sejarah, disebutkan bahwa Ahmad bin Haith dahulunya memeluk agama Hindu lalu mempersoalkan masalah reinkarnasi ( tanasukh al-arwah ), yaitu manusia mati lalu hidup kembali menjadi makhlik yang lain. Ada juga Abdullah bin Saba’ dan Persia yang dahulunya memeluk agama Yahudi, menganggap bahwa raja Persia itu mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Kemudian timbul faham menuhankan khalifah Ali r.a.[8] Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu. Tidak menutup kemungkinan masing-masing golongan mengambil pendapat yang dianggapnya benar walau dari pendapat orang yang berbeda dengannya. Sebagian agama terutama Yahudi dan Nasrani telah menggunakan senjata filsafat Yunani. Philon ( 25 SM-5 M ) orang Yahudi yang pertama memfilsafatkan ajaran-ajaran Yahudi dan mempertemukannya dengan filsafat Yunani. Clemus von Alexandrian ( 185-254 M ) diantara orang yang pertama-tama mempertemukan agama Kristen Nestorius. Hal ini akhirnya memaksa golongan Mu’tazilah untuk menggunakan senjata yang dipakai lawan-lawannya, yaitu filsafat. Dengan masuknya filsafat Yunani kedalam golongan Mu’tazilah dan golongan-golongan yang lain, semakin banyak perbedaan pendapat dalam umat Islam. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya ilmu kalam.[9] Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf.[10] 4. Insting[11] Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif.[12] Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dn ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.[13] Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya. Abbas Mahmoud Al-Akkad, pada bagian lain, mengatakan bahwa sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang secara beragam. Di Mesir, masyarakatnya memuja Totetisme. Mereka menganggap suci terhadap burung elang, burung nasr, ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan lain-lainnya. Anggapan itu lalu berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari. Dari sini berkembang lagi menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi amal perbuatan yang baik.[14] Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).[15] Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara historis, ilmu kalam bersumber pada Al-Qur’an, hadits, pemikiran manusia, dan insting. Ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang mempunyai objek tersendiri, tersistematisasikan, dan mempunyai metodologi tersendiri. Dikatakan oleh Musthafa Abd Ar-Raziq bahwa ilmu ini bermula di tangan pemikir Mu’tazilah, Abu Hasyim, dan kawannya Imam Al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah.[16] Adapun orang yang pertama membentangkan pemikiran kalam secara lebih baik dengan logikannya adalah Imam Al-As’ari, tokoh ahlu sunnah wal al-jama’ah, melalui tulisan-tulisannya yang terkenal, yaitu Al-Maqalat, [17]dan Al-Ibanah An-Ushul Ad-Diyanah.
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Pengertian Ilmu Kalam"

Terima Kasih Sudah Berkomentar
 
Template By Kuncidunia